Ratifikasi IA CEPA Harus Lindungi UMKM Indonesia

04-12-2019 / KOMISI VI
Anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuairina. Foto : Jaka/mr

 

Pemerintah rencananya akan meratifikasi perjanjian perdagangan Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA CEPA) pada akhir tahun ini. Ratifikasi perjanjian itu sendiri akan membuka bebas aktifitas ekspor-impor antar kedua negara, sehingga akan membuat tarif bea masuk produk di kedua negara menjadi 0 persen.

 

"Pembebasan tarif bea masuk dapat menyebabkan semakin membanjirnya produk-produk impor. Bila keadaan ini dibiarkan begitu saja tanpa ada campur tangan pemerintah yang melindungi UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah), maka dapat mengganggu pertumbuhan UMKM dalam negeri. Adanya Ratifikasi IA CEPA ini, pemerintah harus mampu melindungi pelaku UMKM," kata Nevi Zuairina dalam berita rilisnya kepada Parlementaria, Rabu (4/12/2019).

 

Politisi Fraksi PKS itu menjelaskan, berdasarkan data yang ia terima dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan nilai ekspor Indonesia ke Australia pada tahun 2018 tercatat sebesar 2,8 miliar dollar Amerika Serikat (AS). Sedangkan impor dari Australia ke Indonesia pada tahun 2018 sebesar 5,8 miliar dollar AS.

 

"Pada kondisi bila IA-CEPA diberlakukan, maka akan ada sebanyak 6.474 produk ekspor dari Indonesia ke Australia yang bea masuknya di nol persenkan. Sedangkan Indonesia akan membebaskan bea masuk dari Australia sebanyak 10.813 pos barang impor. Dari sisi produk Indonesia telah mengalami defisit. Pada tahun 2018, secara nilai Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan dengan Australia sebesar 3 miliar dollar AS," paparnya.

 

Pada data yang lebih baru, yakni bulan September 2019, sambungnya, secara keseluruhan Indonesia mengalami defisit sebesar 160 juta dollar AS.  Nilai ekspor yang dilakukan Indonesia pada September 2019  hanya mencapai 14,1 miliar dollar AS. Sedangkan impor pada bulan September 2019 mencapai 14,26 miliar dollar AS.

 

"Kesiapan ratifikasi perdagangan Indonesia, diharapkan lebih siap bila melihat kondisi seperti ini. Kesiapan akan dapat ditunjukkan bila kita mampu surplus perdagangan sehingga secara internasional, kita  tidak hanya dijadikan sebagai pasar oleh negara lain," ujarnya.

 

Dikatakannya, bila merujuk Pasal 54 ayat (3) Undang-Undang Perdagangan Nomor 7 Tahun 2014, pemerintah dapat membatasi impor barang dengan alasan untuk membangun, mempercepat, dan melindungi industri tertentu di dalam negeri, atau untuk menjaga neraca pembayaran dan/atau neraca perdagangan.

 

"Indonesia melalui pemerintah harus dapat mengembangkan industri dalam negeri dengan meningkatkan kapasitas tenaga kerja lokal, meningkatkan alih teknologi, dan membatasi impor. IA-CEPA ini akan menjadi tantangan besar pemerintah pada regulasi dan pengelolaan tata niaga internasional. Semoga negara kita bukan sekedar objek pasar, tapi harus mampu menjadi pelaku pasar yang menyumbang surplus perdagangan internasional," pungkas Nevi. (dep/es)

BERITA TERKAIT
Rivqy Abdul Halim: BUMN Rugi, Komisaris Tak Layak Dapat Tantiem
19-08-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI, Rivqy Abdul Halim menegaskan dukungan atas langkah Presiden Prabowo Subianto menghapus tantiem...
KAI Didorong Inovasi Layanan Pasca Rombak Komisaris dan Direksi
15-08-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan menyambut baik pergantian Komisaris dan Direksi PT Kereta Api Indonesia...
Puluhan Ribu Ton Gula Menumpuk di Gudang, Pemerintah Harus Turun Tangan
11-08-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan menyoroti kondisi sejumlah gudang pabrik gula di wilayah Situbondo dan...
Koperasi Merah Putih adalah Ekonomi yang Diamanahkan Oleh Founding Fathers Kita
06-08-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta– Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih didorong oleh kebutuhan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat desa melalui pendekatan ekonomi kerakyatan yang...